AGAR MEREKA TAK MISKIN LAGI

Apakah mereka yang membagi-bagi Rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia ,dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat ,agar sebagian mereka dapat dipergunakan sebagian yang lain. Dan Rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (QS Az-Zukhruuf (43):32)

Jika ditarik benang merah,maka sedikitnya ada tiga faktor yang menjadi sebab utama mengapa mereka masih tetap miskin,yaitu kebijakan Negara,sikap dan pandangan orang-orang kaya serta mental orang-orang miskin itu sendiri. Tentu saja bukan pula berarti bahwa ketika factor-faktor tersebut bisa di hilangkan, kemudian kemiskinan juga akan sirna sepenuhnya, karena tabiat kehidupan dan sunnatullah mendudukkan manusia pada tingkat kehidupan yang beragam dalam setiap aspeknya ,termasuk aspek kekayaan.


Indikator kemanjuan ekonomi bukan berarti hilangnya kemiskinan secara tuntas . Secara kuantitatif,keberhasilan terlihat dari penurunan tingkat/persentasi kemiskinan atau meningkatnya angka daya beli masyarakat miskin (menigkatnya angka garis kemiskinan).

Sehingga kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin semakin pendek. Sedangkan secara kualitatif, terjadi perubahan sikap mental masyarakat miskin sehingga memiliki harga diri yang lebih baik dan tidak terjatuh pada perbuatannya yang menghinakannya seperti mengemis atau hanya mengharapkan bantuan orang lain. Di sisi lain, terjadi perubahan sikap dan pandangan orang-orang kaya terhadap golongan masyarakat miskin. Mereka menghormati dan mendudukan masyarakat miskin secara manusiawi dan sejajar.

Umumnya terjadinya perubahan ini dimulai dengan tepatnya Negara membuat kebijakan dalam masalah ekonomi dan menerapkan secara adil untuk seluruh masyarakatnya. Inilah target yang lebih utama untuk dicapai dalam upaya mengentaskan kemiskinan sebagaimana terjadi pada masa khilafah Umar bin Abdul Aziz.

Pandangan Positif Pemilik Kekayaan

Tidak bisa dipungkiri bahwa Allah telah menetapkan dizqi bagi setiap mahluk-Nya. Dengan sunnatullah ini kita menemukan ragam mahluk dalam mendapatkan rizqi. Diantara mereka ada yang dengan mudah mendapatkan rizqi yang banyak sehingga menjadi orang kaya. Namun lebih banyak lagi yang kesulitan mendapatkan rizqi, mereka harus susah payah mencarinya dan ketika mendapatkan pun hanya sedikit,sehingga akhirnya menjadi golongan orang-orang miskin. Allah SWT menggambarkan secara ringkas dalam ayat-Nya:

Dan Dia mendapatimu sebagai orang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (QS Adh-Dhuha (93):8)

Tentu dalam perbedaan dalam masalah rizqi ini adalah Rahmat dari Allah SWT. Hal ini adalah kunci bergulirnya kehidupan didunia. Orang-orang yang berkecukupan tidak bisa hidup tenang dan menggunakan kekayaannya jika tidak ada bantuan dari orang miskin,akan sangat kesulitan mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan tanpa kebaikan oranag kaya.

Allah menggambarkan dalam ayat-Nya diatas bahwa mereka saling member dan mengambil manfaat satu sama lain. Kehidupan yang harmonis dan tenang akan tecipta jika pandangan dari ke dua golongan ini setara. Sebaliknya,kehidupan tidak akan harmonis dan tenang jika pandangan yang satu ”memanfaatkan” (dalam arti mengeksploitasi) yang lain. Rasulullah Saw menjelaskan dalam sebuah haditsnya:

“Sesungguhnya umat ini hanya ditolong oleh kaum dhu’afanya yakni melalui doa,shalat dan keikhlasannya.” (HR Ahmad)

Dengan berbagai dalil tersebut , baik secara nash dan secara akal , maka sikap dan pandangan orang-orang kaya terhadap orang miskin adalah sikap yang positif. Dengan pandangan seperti ini, niscaya mereka tidak akan sulit untuk mengeluarkan bagian harta mereka yang merupakan hak orang-orang miskin. Semakin baik hubungannya dengan orang-orang miskin, maka semakin banyak yang mendoakan nya dan semakin banyak yang membantu dan menolongnya dalam mengelola dan mengembangkan harta kekayaannya.

Sikap Mental Positif Orang-orang Miskin

Definisi miskin atau kemiskinan banyak ragamnya. Para ulama masing-masing membuat definisi yang berbeda-beda ketika menfsirkan fakir miskin dalam ayat yang menjelaskan mustahik zakat (ashnaf tsamaniyyah). Ragam definisi ini tidak terlepas dalam kenyataan yang ada, terkait dengan kondisi fakir miskin atau kemiskinan itu sendiri. Kemiskinan itu lebih banyak ditimbulkan oleh kelemahan-kelemahan manusia. Sedangkan Al-Qur’an banyak menerangkan tentang berbagai kelemahan yang ada pada manusia. Namun dari semua bentuk kelemahan tersebut , yang paling dominan menyebabkan kemiskinan adalah kelemahan mental. Tentu saja bisa dipastikan bahwa kelemahan mental penyebab utamanya adalah lemah keimanan.

Pada dasarnya manusia itu memiliki harga diri. Meskipun mereka miskin , ketika memiliki harga diri, maka mereka tidak mau menampakkan kemiskinannya . Mereka tidak menjadikan kemiskinan sebagai alasan untuk mengemis. Dengan sikap seperti ini , maka orangpun akan menghargai dirinya. Allah SWT menggambarkan dalam ayat-Nya:

“(Berinfaqlah)kepada orang-orang fakir yang terikat(oleh jihad)di jalan Allah; mereka tidak dapat (berusaha)di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kayak karena memelihara diri dari minta-minta, kamu kenal mereka dari melihat sifat-sifatnya,mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan Allah), maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui “.(Al-baqarah:273.)

Inilah yang harus dibangun pada jiwa kaum dhu’afa. Semangat perjuangan dan semangat untuk berusaha . Tidak mudah putus asa dan tidak menyerah pada keadaan. Tidak ada sedikitpun kata menyesal hidup dalam kekurangan, apalagi sampai menyalahkan takdir Allah atau mengatakan Allah tidak adil.

Di sisi lain,melihat orang lain mendapatkan kekayaan ,mereka tidak merasa iri apalagi dengki. Mereka bahkan termotivasi untuk berusaha lebih gigih dan tetap berdoa dan meminta hanya kepada Allah saja. Dengan usaha seperti ini ,niscaya Allah akan menurunkan Rahmat-Nya kepada mereka ,dalam berbagai bentuknya. Inilah salah satu makna ayat Allah :

….Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya ; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(13:11).

Peran Negara

Ada dua Umar yang fenomenal. Keduanya adalah khalifah. Keduanya masih memiliki garis keturunan. Umar bin Khottob tentu saja memiliki sekian banyak fenomena, namun fenomena yang terkait dengan kebijakan Negara terhadap kaum dhu’afa sangat nyata. Bahkan sebuah pernyataannya menunjukan bukti tangggung jawabnya, “jika ada onta yang terpeleset di Shan’a, maka umarlah yang bertanggung jawab”. Atau ketika menemukan keluarga miskin yang menggodok batu, maka sekarung gandumpun dia pikul sendiri. Inilah sikap seorang pemimpin adil.

Sifat ini pula yang kemudian melahirkan Umar yang kedua yaitu Umar bin Abdul Aziz. Fenomenanya hampir sama. Bahkan sejarah telah mencatat bahwa pada masa pemerintahannya yang tidak sampai dua tahun Umar bin Abdul Aziz telah mampu mengentaskan kemiskinan, sehingga tak ada lagi rakyat yang memiliki mental miskin, mereka tidak mau lagi menerima zakat.

Kita yakin bahwa, Islam dengan keadilannya, mampu menghapus kesenjangan antara si kaya dan si miskin,ketika setiap pihak yang terlibat didalamnya menyadari dan siap menjalankan setiap langkah yang telah digariskan oleh Islam. Dari mana kita mulai? Tentu saja dari yang paling mendasar yaitu TUNAIKAN ZAKAT DARI SEKARANG, JANGAN TUNDA LAGI.

Wallahu a’lam

Juju Zubair, SHI

0 comments:

Post a Comment